Tuesday, September 18, 2012

Muslihat perempuan

Ada seorang pedagang yang sangat kaya meskipun tidak ada yang dapat menyamai kekayaan Allah Taala. Dia memiliki sebuah gedung. Di atas gedungnya dia menggantungkan sebuah tulisan yang berbunyi, “Kepandaian lelaki mengalahkan muslihat perempuan.”
Suatu hari puteri seorang pandai besi yang sudah melewati usia akil-baligh melihat tulisan itu. dia marah dan berhasrat hendak memberi pengajaran pada pemilik gedung itu. maka sepanjang malam dia berbaring gelisah di atas tempat tidurnya hingga akhirnya dia mendapat satu akal.
Keesokkan harinya dia mengenakan gaunnya yang terbaik. Rambutnya dilepas panjang dan dia menyiapkan diri dengan dandanan yang paling memikat lalu terus pergi ke gedung pedagang itu.
“Selamat pagi tuan,” suara dia pada pedagang.
“Pagi yang mendatangkan kebahagiaan dari Allah,” sahut pedagang itu.
“Semoga Allah membuatmu tetap bahagia,” kata gadis itu. lalu tiba-tiba dia menangis.
Pedagang itu terkejut.
“Kenapa kamu menangis? Katakan padaku sebabnya! Katakan padaku sebabnya! Katakanlah!”
Mendengar pertanyaan itu maka tangisan gadis itu menjadi semakin keras.
Pedagang mulai ketakutan.
“Katakan padaku apa yang kamu perlukan tapi tolonglah berhenti menangis,” katanya.
“Kamu membuat hatiku terbakar api! Apapun yang kamu inginkan, aku akan mengabulkannya!”
Gadis itu tetap juga menangis sambil bersuara,”Kalaulah itu dapat dilakukan!”
“Setidak-tidaknya, beritahu aku apa yang menyebabkan kamu menangis begini,” pinta pedagang.
Mendengar ucapan pedagang gadis itu mengangkat kepalanya dan sambil memandang tepat-tepat pedagang itu dengan kedua matanya yang bersinar bagaikan permukaan cermin yang baru digilap, dia bertanya,
“Apakah kamu melihat ada cacat pada mataku?”
Ketika gadis itu bertanya dan menatapnya bagaikan seekor kijang betina, pedagang mulai merasa agak gementar.
“Allah tidak menganugerahi rusa dengan mata yang lebih indah daripada matamu,” jawabnya dengan mulut yang terasa kering.
“Lalu apa yang salah dengan kedua lenganku?” tanya gadis itu sambil menarik lengan bajunya ke atas.
Melihat lengan yang mulus-pucat dan lembut bagaikan buah timun yang sudah dikupas pedagang kehilangan akalnya.
“Apakah kristal itu lebih indah atau marmar lebih putih jika dibandingkan dengan lengan gadis ini ya Allah?” kata pedagang.
Dengan rambut berurai di wajahnya, gadis itu mengangkat sedikit gaunnya.
“Cacat apa yang kamu lihat di kakiku ini?” tanyanya. Kali ini lelaki malang itu benar-benar menyerah.
“Mataku tidak pernah melihat yang lebih elok dari kakimu tapi tolonglah jangan menangis lagi,” pohon pedagang.
Namun gadis itu tetap juga menangis lalu membuka kerudung kepalanya, memperlihatkan rambutnya yang panjang, tebal, hitam dan berkilat.
“Apakah ada yang salah dengan rambutku ini?” soalnya.
“Rambutmu sempurna,” jawab pedagang.
“Tidak ada sutera di gedungku yang menyamai keindahannya,”
Akhirnya gadis itu pun membuka ceritanya.
“Aku puteri qadi dan setiap kali seorang lelaki datang menemui ayahku untuk meminangku, ayahku mengatakan padanya, “Puteriku botak, puteriku lumpuh, matanya juling, tangan dan kakinya cacat.” Siapa yang ingin mengahwini perempuan seperti itu! tentu saja mereka tidak jadi meminang. Seorang perempuan memerlukan perlindungan dan perkahwinan dapat melindunginya. Kini aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan,”
Mendengar ceritanya, pedagang berkata,
“Esok aku sendiri yang akan menemui ayahmu dan meminangmu. Apapun yang dikatakannya, aku akan menjawab, ‘Aku bersedia,’ dan ‘Aku tidak akan mengeluh.’ Kini tiada alasan bagimu untuk merasa sedih,” maka gadis itu kembali tersenyum dan berlalu pulang.
Ketika pedagang menutup gedungnya dan pulang malam itu, dia tidak dapat tidur sama sekali dan kenangan kecantikan gadis itu memenuhi benaknya.
Saat fajar menyingsing, dia merapikan janggutnya dan berdandan rapi lalu bergegas pergi ke rumah qadi. Setelah bertukar salam dan duduk berhadapan, pedagang berkata,
“Aku datang untuk menjalin persaudaraan dengan yang mulia. Aku meminang puterimu,”
Qadi mengabaikannya dan berkata,
“Apakah aku punya puteri?”
Pedagang berkata,
“Aku yakin engkau punya,”
“Tapi matanya juling,” kata qadi.
“Aku akan mengahwininya,” jawab pedagang.
“Dia lumpuh,”
“Aku tidak keberatan!”
“Dia cacat,”
“Aku tidak akan mengeluh,” desak pedagang.
Akhirnya qadi berkata,
“Mampukah kamu membayar wang maharnya? Banyaknya sepuluh ribu dinar,”
Pedagang berfikir namun mengingat betapa cantiknya gadis itu dia berkata,
“Jumlah itu sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai puterimu,”
Akhirnya qadi setuju menerima lamarannya.
Persiapan perkahwinan pun dilakukan. Surat nikah ditulis dan menyatakan bahawa seorang gadis dari keluarga baik-baik terikat dalam perkahwinan dengan seorang pemuda dari keluarga baik-baik. Setelah itu, pengantin perempuan dibawa ke rumah suaminya. sambil berjalan mundar-mandir, pedagang menanti dengan tidak sabar kedatangan pengantin perempuannya.
Tak lama, pintu rumahnya diketuk seseorang dan pedagang segera membuka. Seorang kuli terbongkok-bongkok kerana keberatan membawa sebuah keranjang tertutup yang sangat besar.
“Ini dari rumah qadi,” katanya.
“Ini pasti pakaiannya,” kata pedagang dan menyuruh kuli tersebut meletakkannya ke lantai. Lalu pedagang berkata pada diri sendiri,
“Mengapa tidak aku melihat-lihat dulu apa yang dibawanya ini?”
Maka dia membuka penutup keranjang dan tahu apa yang dilihat? Seorang gadis seperti mana yang digambarkan oleh qadi, benar-benar cacat seluruhnya!
“Siapa kamu?” tanya pedagang.
“Aku isterimu, puteri qadi,”
“Bagaimana kamu boleh jadi begini? Ketika kamu datang ke gedungku, kamu kelihatan seperti bulan purnama malam keempat belas!” pedagang berteriak.
Dia meninggalkan gadis itu dan berbaring sambil berfikir di tempat tidurnya. Dia tertanya-tanya,
“Apa yang telah kulakukan sehingga puteri syaitan itu mempermainkan aku seperti ini!”
Keesokan harinya dia pergi ke gedungnya. Dia duduk dengan kepala diletak ke atas tangan dan tidak lama kemudian puteri pandai besi pun datang.
“Smoga harimu menyenangkan!” ucap gadis itu.
Ketika pedagang mlihat siapa gadis itu, dia berkata,
“Smoga Allah tidak membuat harimu menyenangkan! Apa yang telah aku lakukan terhadapmu sehingga kamu membuatku jatuh sebegini rendah?”
Gadis itu menunjuk tulisan di atas gedung dan berkata,
“Akal siapa menurutmu, yang lebih tajam kini?”
“Itukah yang mendorongmu untuk membalasku?” tanya pedagang.
“Apakah itu tidak cukup? Jika kamu ingin aku membantumu keluar dari semua masalah ini, yang harus kamu lakukan hanyalah mengubah tulisan itu,” kata gadis itu lalu pergi.
Tanpa membuang waktu walau seminit pun, pedagang menurunkan papan itu dan menulis dengan huruf emas,
“Muslihat perempuan mengalahkan kepandaian lelaki.”
Ketika gadis itu melihat tulisan baru keesokan harinya, dia tersenyum lalu pergi bertemu pedagang.
“Sekarang aku akan dengan senang hati akan membantumu keluar dari segala masalah itu,” katanya.
“Yang harus kamu lakukan adalah begini. Pergilah ke perkhemahan Gipsi di pinggir kota dan undanglah kira-kira dua puluh orang tukang muzik ke rumahmu malam ini. katakan pada mereka bahawa ini hari pernikahanmu dan kamu ingin merayakannya dengan gelak tawa dan keramaian. Minta mereka memberimu ucapan selamat dan memanggilmu dengan panggilan, “saudara sepupu”. Kamu juga harus mengundang qadi sebagai tetamu makan malammu. Jika dia bertanya, “Siapakah orang-orang yang bising dan kasar ini?” katakanlah, “Wahai ayahku, mereka semua ini adalah saudaraku sebab aku memang dari keturunan Gipsi. Tapi seperti yang engkau ketahui, Allah telah bermurah hati kepadaku, Alhamdulillah,” jika dia mendengarnya, pasti dia akan menyuruhmu menceraikan isterimu.”
Pedagang menjalankan akal puteri pandai besi. Di malam itu, ketika dia dan qadi duduk bersama sehabis makan malam, serombongan Gipsi tiba-tiba masuk ke dalam rumah lalu meniup seruling, memukul gendang, menari dan menyanyi. Mereka memeluk pedagang, mencium janggutnya dan berteriak,
“Allah merahmati perkahwinanmu wahai saudara sepupu!”
Kerana bingung melihat situasi itu, qadi bertanya,
“Apa semua ini anakku?”
Pedagang berkata,”Engkau telah mendengar kata-kata mereka wahai ayahku. Mereka saudar-saudara sepupuku. Mereka datang untuk memberiku ucapan selamat. Barang siapa menyembunyikan asal-usulnya pasti tidak berkat hidupnya. Aku ini apa saja adanya. Sekarang aku sudah punya qadi sebagai ayah mertuaku, Alhamdulillah!”
Qadi meradang.
“Kamu tidak pernah menyatakan hal ni kepadaku sebelum berkahwin. Jika tidak pasti aku tidak akan menyerahkan puteriku untuk dikahwini seorang Gipsi! Kamu harus menceraikan dia. ucapkan kata-kata itu dan aku akan jadi saksinya!”
“Kalau engkau bertanya, pasti aku sudah memberitahumu,” kata pedagang.
“Aku sangat menghargai ikatan persaudaraan kita dan aku tidak ingin bercerai,”
“Jika kukembalikan wang maharmu, adakah kamu akan menceraikan puteriku?” tanya qadi. Pedagang tetap juga menolak. Dalam ketakutan dan putus asa, akhirnya qadi berkata,
“Aku akan membayarmu dua kali jumlah wang yang telah kamu keluarkan!”
Kali ini pedagang terpujuk dan qadi membawa pulang puterinya. Malam itu pedagang tidur dengan tenang dan gembira.
Keesokan paginya, pertama sekali yang dilakukan pedagang adalah pergi ke gedung tukang pandai besi.
“Aku datang untuk melamar puterimu,” katanya pada tukang pandai besi.
“Aku bersedia membayar berapa pun mahar yang engkau minta agar dia menjadi isteriku namun dengan syarat aku mestilah melihatnya terlebih dulu,”
“Pernahkah terjadi seorang lelaki melihat calon isterinya sebelum hari perkahwinan?” ternyata tukang pandai besi keberatan.
“Aku akan memberimu seribu dinar jika engkau membenarkan aku melihat puterimu terlebih dulu,” kata pedagang.
Mendengar tawaran luar biasa itu, seorang pekerja tukang pandai besi mendongak dan berkata,
“Mengapa tidak ya pakcik? Apakah puterimu lumpuh atau botak hingga pakcik keberatan?”
Akhirnya tukang pandai besi itu mengajak pedagang ke rumahnya. dia memanggil puterinya untuk membancuhkan kopi. Ketika gadis itu melihat siapa yang duduk bersama ayahnya, dia tertawa dan bertanya apa tujuan kunjungannya.
Pedagang berkata,”Aku ingin menyakinkan diriku supaya aku tidak tertipu buat kedua kali,”
Demikianlah para bangsawan kota itu diundang menghadiri perkahwinan pedagang dan puteri pandai besi yang dirayakan dalam pesta yang besar dan meriah. 

No comments:

Post a Comment

 

Designed by Tempah Blog Template By productivedreams © 2012